Telur pada unggas
mengandung banyak zat-zat makanan untuk persediaan perkembangbiakan embrio pada
masa penetasan. Telur tidak ubahnya susu pada mamalia adalah hasil sekresi dari
sistem reproduksi dan mekanisme endokrin, metabolik dan kimia faali. Bertelur
sama dengan mekanisme laktasi. Telur unggas lebih besar dari pada telur
mamalia, karena telur unggas harus mengandung makanan untuk perkembangan
embrionik selama pertumbuhan di luar tubuh induk.
Embrio unggas sangat
tergantung pada zat makanan yang terdapat dalam telur. Karena itu lemak dari
sudut kalori lebih pekat dari pada gula, maka telur lebih kaya akan lemak dari
pada gula (dibandingkan dengan susu) (Anggorodi, 1984). Penyusun utama kuning
telur adalah air, lipoprotein, protein, mineral, dan pigmen. Protein kuning
telur diklasifikasikan menjadi dua kategori: 1. Livetin, yakni protein
plasmatik yang terakumulasi pada kuning telur dan disintesis di hati hampir 60%
dari total kuning telur. 2. Phosvitin dan lipoprptein yang terdiri dari high
density lipoprotein (HDL) dan low density lipoprotein (LDL) yang disebut pula
dengan granuler dan keduanya disintesis dalam hati.
Pada ayam dewasa bertelur
setiap hari disintesis 2,5 g protein/hari melalui hati. Sintesis ini dikontrol
oleh hormon estrogen. Hasil sintesis bersama-sama dengan ion kalsium, besi dan
zinc membentuk molekul kompleks yang mudah larut kemudian masuk ke dalam
kuning telur.
1. Yolk / Kuning telur
Terdiri dari badan
berbentuk bola besar, dari 25 sampai 150 μm garis tengah, yang terbagi-bagi
adalah dalam suatu tahapan yang berkelanjutan. Yolk yang kecil ukurannya sangat kecil diperkirakan berdiameter sekitar 2 μm. Kuning telur berisi hanya
sekitar 50% air. Sisa terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan 1: 2;
lipid yang ada dalam bentuk lipoprotein (Bell dan Freeman, 1971). Lebih lanjut
menyatakan pada umumnya sintesis protein kuning telur berasal dari hati atas
rangsangan hormon oestrogen. Kemudian diangkut oleh darah nemuju indung telur
(ovarium). Dalam ovarium ayam petelur mengandung 1000 sampai 3000 folikel,
ukurannya sangat bervariasi dari ukuran mikrokopik sampai sebesar satu kuning
telur. Kuning telur yang lebih kecil mulai tumbuh dengan cepat sekitar 10 hari
sebelum dilepaskan ke dalam infundibulum. Kuning telur diliputi oleh suatu
membran folikuler, yang menempelkannya pada ovari. Membran ini memiliki suatu
bagian yang terlihat hanya sedikit mengandung pembuluh darah. Bagian atau
daerah itu disebut stigma. Inilah tempat dimana kuning telur robek dan
melepaskan ovum pada saat ovulasi. Karena zat-zat makanan disalurkan melalui
membran folikuler dari aliran darah menuju ke ovum, sejumlah darah
kadang-kadang dilepaskan bersama-sama kuning telur itu karena tempat pecahnya
tidak selalu tepat pada stigma. Inilah yang kadang menyebabkan munculnya suatu
blood spot di dalam telur (James Blakely dan David, 1985).
2. Reproduksi Pada Ayam
Pola reproduksi pada ayam berbeda dengan mamalia terutama beberapa segi
yang terpenting, ayam bertelur dengan berirama bertelur, yaitu bertelur satu
atau lebih pada hari yang berurutan, kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam
yang prolefik bertelur 5 butir atau lebih dalam satu irama bertelur (clutch).
Timbulnya clutch dikarenakan pembentukan telur diburuhkan total waktu 25 – 26
jam dan ovulasi berikutnya pada clutch yang sama terjadi 30 – 60 menit setelah
ovulasi telur sebelumnya. Jadi karena ovulasi tidak terjadi secara teratur
setiap siklus 24 jam, maka waktu ovulasi hari berikutnya pada clutch yang sama
akan terlambat (Nalbandov, 1990).
3. Pengendalian Hormon Bertelur
Reproduksi
burung adalah yang berkaitan dengan sistem pengendalian pada ayam yang sedang
bertelur, yang disebut hierarki folikuler yakni gradasi berat dan ukuran
folikel. Hanya satu folikel yaitu yang terbesar yang menjadi masak dan di
ovulasikan dalam waktu satu hari, segera setelah folikel ini pecah, kemudian
nomor 2 terbesar tumbuh menjadi besar, demikian seterusnya peristiwa tersebut
terjadi berurutan. Rincian permainan hormonal antara ovarium dengan sistem
hipotalamus-hipofiseal unggas semuanya jelas, kecuali kita ketahui benar-benar
ialah bahwa ovarium burung secara total tergantung pada hormon Gonadotrofik
yang berasal dari pituitari. Telah diketahui bahwa hipotalamus dalam
pengendalian pelapisan LH dan FSH hipofisa. Diakuinya hipotalamus melalui cara
pembedahan, tepatnya pada nuklei praoptik di daerah paraventrikuler, ternyata
dapat menghentikan ovulasi (Nalbandov, 1990).
4. Oviduk
Setelah ovulasi ovum
ditangkap oleh fimbria dan masuk kedalam infundibulum kuning telur akan berdiam kurang lebih selama ¼ jam dan dibagian ini terjadi pertemuan dengan sel
jantan, setelah itu diteruskan ke magnum (Rasyaf, 1992). Lebih lanjut
Nalbandov, (1990) menuliskan bahwa disini telur menerima lapisan albumen.
Sekresi albumen pada magnum yang dikontrol oleh dua hormon. Hormon estrogen
yang fungsi utamanya menyebabkan perkembangan anatomi dan perkembangan kelenjar
seluruh oviduk, tetapi estrogen saja tidak dapat menyebabkan pembentukan calon
albumen dalam kelenjar, atau sekresi albumen sendiri ke dalam lumen magnum.
Hormon yang kedua dibutuhkan untuk kepentingan kedua-duanya, baik pembentukan
atau sekresi albumen. Androgen dan progesteron yang kedua-duanya beraksi
terhadap magnum yang berkembang karena estrogen, dapat menyebabkan pertumbuhan
granula albumen dan pelepasan granula ini ke dalam lumen. Setelah pertumbuhan
magnum yang di prakarsai oleh estrogen dan pembentukan granula albumen yang
disebabkan baik androgen ataupun progesteron, satu peristiwa lagi masih tertinggal
yaitu sekresi albumen kedalam lumen. Hal ini biasanya terpicu oleh adanya benda
asing di magnum , apakah ada atau tidak benda asing. Setelah mendapat albumen
dalam perjalanan di magnum selama 2,5 jam atau 3 jam, telur bergerak ke
isthmus, disini disekersikan kerabang lunak. Bagian oviduk ini secara
histologis berbeda dengan magnum tetapi dikontrol oleh hormon yang sama, yang
beraksi dengan cara yang sama dan dalam rangkaian tahap yang sama, seperti yang
terjadi pada magnum. James Blakely dan David, (1985) mengemukakan di daerah
isthmus mendapat pelapisan membran yaitu membran luar dan membran dalam, dalam
keaadaan normal masing-masing membran menempel, kecuali pada suatu tempat
dimana membran tersebut berpisah yaitu pada ujung tumpul telur. Perpisahan
kedua membran tersebut membentuk suatu rongga udara. Telur tinggal di isthmus
selama kurang lebih 1,5 jam dan setelah menerima kerabang lunak dan air,
dikuatkan oleh Rasyaf (1992) dibagian ini ditambahkan pula Natrium, Kalsium dan
garam. Telur tersebut bergerak ke kelenjar kerabang atau yang dinamakan pula
uterus, telur tinggal di daerah ini selama kurang lebih 22 jam, dan kerabang
kapur disekresikan menyelubungi (Nalbandov, 1990).
5. Pengeluran Telur
(Oviposisi)
Dalam kondisi normal telur dibentuk bagian tumpul terlebih dahulu.
Jika induk tidak terggangu pada saat bertelur, sebagian besar telur akan
dikeluarkan dengan ujung tumpul lebih dulu. Hal ini tidak diketahui secara
pasti sebabnya, tetapi diketahui bahwa sesaat sebelum dikeluarkan, telur diputar
secara horisontal (tidak ujung ke ujung), 180 derajat sesaat sebelum telur itu
dikeluarkan. Ovulasi pada ayam secara normal terjadi 30 menit setelah telur
dikeluarkan. Interval waktu dapat bervariasi antara 7 sampai 74 menit (James
Blakely dan David, 1985). Lebih lanjut menyatakan pengeluaran telur dirangsang
oleh cahaya sehingga merangsang dan meningkatkan suplai FSH. Hormon ini pada
gilirannya melalui aktivitas ovari mengakibatkan terjadinya ovulasi dan
oviposisi.
6. Sifat Mengeram
Induk ayam mengeram diakibatkan oleh pengaruh
hormon prolaktin dari pituitari anterior, ayam menghabiskan waktu dengan duduk
diatas sarang dan menetaskan serta mengasuh anak-anaknya. Bila sifat keibuan
ini demikian kuat sehingga induk ayam terus menerus duduk diatas sarang, hal
ini merugikan karena pada saat mengeram ayam tidak memproduksi telur (James
Blakely dan David, 1985). Pengaruh Hormon Terhadap Peneluran FSH berpengaruh
terhadap perkembangan folikel pada ovarium sehingga mempunyai ukuran yang
tertentu. Pada saat perkembangan ovum FSH merangsang ovarium untuk
mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi perkembangan pematangan oviduk
untuk dapat mensekresikan kalsium, protein, lemak, vitamin, dan substansi lain
dari dalam darah untuk pembentukan komponen telur (Nesheim et al., 1979). Hasil
sekresi komponen telur tersebut akan mengakibatkan terjadinya perkembangan
telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di dalam oviduk setelah
didahului proses ovulasi (Nalbandov, 1990). Ovum akan berkembang terus sehingga
terjadi pematangan ovum. Proses pematangan ovum disebabkan adanya LH. Setelah
ovum masak maka selaput folikel akan pecah dan ovum jatuh ke dalam mulut
infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini juga disebabkan peranan LH
(Nalbandov, 1990). Proses pembentukan komponen telur di dalam oviduk
berlangsung dengan adanya hormon estrogen, juga terjadi pembentukan granula
albumen oleh stimulasi dari hormon androgen dan progresteron sampai tercapai
telur sempurna (Nalbandov, 1990). Setelah telur sempurna, maka pituitaria pars
posterior akan mensekresikan oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi
ovoposition dan merangsang uterus untuk mengeluarkan telur pada proses
peneluran (Nesheim et al., 1979).
Sumber : disini
Sumber : disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar